Pdt. Socratez Sofyan Yoman Membuat Keruh Papua
Saat Papua mulai tertata dan kesejahteraan
meningkat, saat itu pula masyarakat Papua merasa aman dan mulai
meninggalkan kebiasaan negatif dengan selalu menuduh bahwa Pemerintah
Pusat tidak serius menyelesaikan masalah Papua. Namun seiring
berjalannya waktu masyarakat Papua mulai sadar dan mendukung kebijakan
pemerintah untuk membangun Papua, karena dalam membangun Papua saat ini
menggunakan hati dan melalui pendekataan kesejahteraan.
Seperti Pernyataan Ketua MRP Papua Barat Vitalis
Yumte yang mengatakan perjuangan politik Papua sudah final melalui dua
fase masing-masing Pepera 1969 dan Otsus 2001, sehingga saatnya
partisipasi seluruh masyarakat diperlukan untuk mendukung pemerintah.
Namun hal tersebut dibantah Ketua Umum Persekutuan
Gereja-gereja Baptis Papua Socratez Sofyan Yoman. Melalui Siaran Pers
kepada Bintang Papua, Selasa (22/10/2013) Socratez mengatakan,
pernyataan Ketua MRP Papua Barat Vitalis Yumte ini tak mewakili
suara nurani, realitas dan pengalaman hidup orang asli Papua selama
ini. Tapi suara ini mewakili orang asli Papua yang hati nurani,
pikiran dan identitasnya sudah dilumpuhkan pemerintah Indonesia yang
penuh dengan kebohongan selama 50 tahun.
Berbeda dengan salah satu pengurus DAP Nabire yang
mengatakan, sesungguhnya Socratez lah yang tidak mewakili suara rakyat.
“sudah jelas MRP itu mewakili rakyat, berarti bapak Vitalis Yumte sudah
benar, dan pernyataan Socratez hanya memperkeruh suasana Papua saja”
imbuhnya.
Sementara pernyataan Socratez yang mengatakan “Tak
ada istilah final dalam kehidupan masyarakat, tapi selalu ada
dinamika dan proses politik,” sembari menyampaikan contoh Papua sudah
final dalam Indonesia melalui Pepera 1969, tapi mengapa ada Otsus
2001? Mengapa ada UP4B? Mengapa Presiden SBY mengutus dr. Farid Husein
sebagai Utusan Khusus Presiden untuk masalah Papua? Tapi sayang
semuanya itu gagal total. Sekarang ada rekayasa baru Otsus Plus atau UU
Pemerintahan Papua. Apakah ini dimaksud masalah status politik Papua
dalam Indonesia itu sudah final?
Salah satu generasi muda Papua Emus kogoya
mengatakan, “pernyataan Socrates menunjukan bahwa beliau bukan
politikus, yang dimaksud final bukan kebijakannya, tetapi status politik
Papua-nya bahwa Papua secara sah merupakan bagian dari NKRI”. Jika saat
ini ada kebijakan Otsus, UP4B dll, itu merupakan upaya percepatan
pembangunan di Papua, imbuhnya.
Kebijakan pemerintah untuk terus meningkatkan suatu
daerah tidak hanya terjadi di Papua saja, sebut saja di Aceh dengan
Qonunnya, di Yogyakarta tentang aturan kesultanan dan daerah-daerah
Indonesia lainnya. Jadi perubahan kebijakan merupakan hasil monitoring
dan evaluasi untuk meningkatkan pembangunan di daerah tegas Emus.
Coba resapi pernyataan Socratez yang telah tersebar
di media berikut ini “Akar persoalan Papua adalah status politik Papua
dalam Indonesia yang belum tuntas sampai kini karena proses dimasuknya
Papua kedalam Indonesia melalui cara-cara biadab, tak manusiawi dan
penuh dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Orang asli Papua tak ada
masa depan dalam Indonesia, karena Indonesia itu negara perampok dan
perusak masa depan rakyat dan bangsa Papua. Tak ada yang harus
dibanggakan dalam Indonesia,”.
Menurut beberapa mahasiswa Papua di Jakarta yang
sedang menuntut Ilmu guna membangun Papua, sebut saja salah satunya
Emilia Karubaga mengatakan bahwa pernyataan bapak Socratez tidak
mencerminkan seorang Pendeta, namun cenderung mirip seorang provokator
yang selalu memperkeruh suasana dengan bersembunyi di balik Agama.
“sampai saat ini apa yang telah diperbuat bapak Socratez untuk rakyat
Papua? jelas tidak ada. Semestinya beliau membuat sejuk hati umatnya
bukan membuat panas macam kompor saja”.
Selain itu, bapak Socratez tidak mengerti politik,
sudah jelas Papua merupakan bagian dari Indonesia dan telah di sahkan
oleh negara-negara dunia melalui PBB. Kalau memang itu dianggap tidak
sah, silahkan bapak Socratez ajukan gugatan di MahkamahIinternasional,
tidak hanya bias menghujat saja, tegas Emilia.
Masyarakat Papua kini menyadari bahwa terhambatnya
pembangunan di Papua dikarenakan ulah segelintir orang saja seperti
bapak Socratez sehingga membuat bodoh rakyat Papua. Namun terbukanya era
globalisasi, generasi Papua semakin paham bahwa Pemerintah Pusat telah
serius membangun Papua, tetapi selalu ditutup-tutupi dalam publikasinya.
Saatnya generasi muda Papua tinggalkan bisikan dan ajakan orang-orang
yang tidak bertanggungjawab dan hanya selalu merugikan rakyat Papua