Papua : KMPB Berpikir Rasional dan Realistis

Koalisi Mahasiswa Papua Bangkit (KMPB), maju dan
bangkit terus untuk membawa perubahan alam berpikir kaum muda Papua
secara akademis untuk berpikir rasional dan realistis, bukan mengajak
mimpi-mimpi belaka yang berpikiran terbelakang mengajak masyarakat Papua
mundur jauh. Itu bukan domain mahasiswa, tegas Katat Pengamat Ekonom
Papua di Jayapura (22/10).
Saya setuju sikap KMPB yang menegaskan bahwa koruptor
itu adalah separatis berdasi, yang harus diberantas. Patut kita akat
jempol dengan sikap yang ditunjukkan kalangan mahasiswa KMPB, bukan
malah kita membela para koruptor yang menyebabkan pembangunan dan
kesejahteraan di Papua belum dapat dirasakan rakyat Papua, terangnya.
Selama ini kaum muda dan para mahasiswa kurang rasa
peduli kepada masyarakat untuk memikirkan kenapa atau apa penyebabnya,
sehingga ketertinggalan Papua dapat segera diperbaiki. Dan sedihnya
lagi, ada pihak-pihak yang memperjual-belikan ketertinggalan Papua ke
luar negeri. Itukan sama artinya mempertontonkan aibnya sendiri. Masa,
masalah keluarga kita, kita kasih tahu ke orang lain, itu berarti tidak
sehat lagi, imbuhnya dengan rasa heran.
Itulah menjadi pertanyaan bagi kita masyarakat Papua
karena kita malu melihat daerah-daerah lain. Secara pribadi saya malu
mendengar kalau Papua disebut daerah tidak aman, bukan kebanggaan tapi
kesedihan mendalam. Padahal yang membuatnya adalah kita sendiri. Selain
itu, bagaikan seperti kebiasaan masyarakat Papua dan termasuk kaum
mahasiswa, melempar masalah ke pihak lain. Padahal sebenarnya menjadi
tugas mahasiswa untuk mencari akar masalah, bukan dikit-dikit
menyalahkan Pemerintah Pusat. Dan karena itulah mahasiswa disuruh orang
tua untuk kuliah. Bukan sebaliknya menjadi provokator yang membuat Papua
menjadi tidak karuan, tambahnya.
Menambahkan dengan mengajak membandingkan studi
kasus, “Melihat jumpa pers Koalisi Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat
Papua (GEMPAR) baru-baru ini di Kampus Umel Mandiri Abepura. Mengumumkan
ke public tujuan GEMPAR untuk menolak Otsus Plus dan pemekaran di
Papua. Sebagai mahasiwa seharusnya cara berpikirnya lebih mengedepankan
kajian ilmiah bukan politik jalanan. Hemat saya mahasiswa harusnya
menkaji secara akademik mengapa pembangunan berjalan lambat, karena
dananya jelas sudah tersedia. Kemana dana itu, itulah yang dikaji
mahasiswa”.
Sikap yang diperlihatkan kelompok mahasiswa KMPB,
sangat setuju dan bila perlu masyarakat Papua semua mendukungnnya.
Secara akal sehat, dana itu kemungkinan besar lari ke kantong-kantong
pejabat kita sendiri, bukan karena orang lain.
Sebagai kalangan ekonom, setiap aktivitas ataupun
rencana, kita harus punya kalkulasi untung-ruginya, bukan asal jalan
ataupun berteriak-teriak kemana-mana. Menuju goal dengan nilai 100,
lebih mudah mencapainya dari angka 60 daripada memulai dari nol. Sesuatu
memulai dari nol resiko yang harus dihadapi begitu besar dan belum
tentu dapat mencapai angka 60 sebagai angka rata-rata. Nah inilah yang
perlu diperhitungkan kaum akademisi masyarakat Papua. Pembangunan yang
sudah tumbuh kembang, mari kita pacu bersama-sama menuju nilai sempurna,
bukan mundur kebelakang, terang pakar ekonom tersebut dalam mengakhiri
perbincangannya.