Headlines News :
Home » » TRAGEDI BIAK 1998 TERJADI AKIBAT DARI TINDAKAN MAKAR

TRAGEDI BIAK 1998 TERJADI AKIBAT DARI TINDAKAN MAKAR

TRAGEDI BIAK 1998 TERJADI AKIBAT DARI TINDAKAN MAKAR

Tower-Air-Biak
Tanggal 2 Juli sampai 6 Juli 1998 Bintang Kejora berkibar di diatas Tower Air yang berketinggian 35 meter. Tower air ini berada dekat dengan pelabuhan laut Biak. Bendera Bintang Kejora berkibar pada tower itu sekitar jam 5.00 pagi dan kurang lebih 100 orang masa sedang berada dibawah tower menyuarakan aspirasi untuk merdeka, mereka beryanyi dan menari tarian tradisional Papua dibawah tower tersebut. Puncaknya adalah 6 Juli saat banyak orang Papua sudah beramai-ramai bergabung dalam kegiatan dibawah tower tersebut. Bupati Biak Pada waktu itu bersama komandan TNI AD, AL dan AU serta pihak Kepolisian turun untuk memberikan arahan kepada massa untuk membubarkan diri namun para demonstran tidak mengiraukan himbauan tersebut. Mereka membuka mimbar terbuka, Filep Karma adalah orang yang menyampaikan atau membacakan tuntutan aspirasi masyarakat Biak untuk Merdeka atau lepas dari NKRI atas nama bangsa Papua Barat.
Filep-Karma-Biak
Karma mulai mendukung secara terbuka kemerdekaan Papua, dia ikut mengatur aksi pro-kemerdekaan dan mengibarkan bendera Bintang Kejora di kota Biak, hal ini dikategorikan dalam perbuatan makar. Kerusuhan dipicu oleh pemukulan yang dilakukan massa demonstran terhadap seorang Polisi yang sedang mengatur massa demonstran, Polisi tersebut dipukul hingga beberapa giginya patah, hal ini menciptakan bentrok massa dengan aparat keamanan, saat Polisi berusaha membubarkan demonstrasi yang sudah berjalan selama empat hari tersebut.

Separatis OPM Termasuk makar ??
Secara umum OPM dikenal sebagai gerakan separatis, dianggap separatis karena maksud dan tujuan gerakan mereka yang ingin memisahkan sebagian daerah NKRI untuk menjadi sebuah negara sendiri, dan lepas dari NKRI. OPM melakukan berbagai upaya untuk mencapai tujuannya, membentuk struktur keorganisasian, yang melibatkan banyak orang hingga dalam aksi pengibaran tersebut menimbulkan banyak korban termasuk masyarakat sipilpun ikut jadi korban.

Dalam konteks gerakan separatis, makar di atur dalam pasal 106 KUHP yang menyatakan bahwa:
“Makar (aanslag) yang dilakukan dengan niat hendak menaklukkan daerah negara sama sekali atau sebahagiannya kebawah pemerintah asing atau dengan maksud hendak memisahkan sebahagian dari daerah itu, dihukum pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. (KUHP 41, 35, 87, 1 10, 128, 130 dst., 140, 164 dst.)”

Jelas dalam isi pasal 106 KUHP di atas, yang menjadi objek penyerangan adalah kedaualatan atas NKRI. Dimana kedaualatan suatu negara dapat dirusak dengan 2 cara yaitu, (1) Pertama, menaklukkan kemudian menyerahkan seluruh daerah negara atau sebahagiannya kepada negara asing. (2) Kedua, memisahkan sebahagian daerah dari negara itu kemudian membuat bagian dari daerah itu menjadi suatu negara yang berdaulat sendiri.

Dalam hal ini gerakan separatis sebagaimana disebut dalam poin (2) di atas merupakan gerakan yang memiliki tujuan untuk memisahkan sebagian dari daerah negara untuk mendirikan negara sendiri yang berdaulat. Mengacu pada pasal 106 KUHP, jelas gerakan separatis dapat dapat dikategorikan perbuatan makar karena unsur-unsur tindak pidana makar terpenuhi sebagaimana maksud dan tujuan dari gerakan separatis tersebut.

Tindak pidana makar adalah merupakan bentuk kejahatan yang sangat berbahaya dan juga dikategorikan sebagai kejahatan politik yang memiliki ciri motif dan tujuan yang berbeda dari kejahatan biasa serta diancam dengan sanksi pidana yang berat. Karena tindak pidana makar ini pada dasarnya adalah konflik vertikal yang terjadi antara rakyat dan pihak penguasa negara, maka demi menciptakan hubungan yang harmonis antara rakyat dan pihak penguasa, dapat disarankan agar pihak pemerintahan sebagai pemegang kekuasaan negara harus dapat melaksanakan pemerintahan yang mengedepankan prinsip-prinsip demokratis, good governance, melakukan pembangunan yang merata bagi seluruh daerah, serta menanamkan rasa nasionalisme kebangsaan dan persatuan melalui pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia, dan rakyat sendiri juga harus dapat memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Semoga tidak ada lagi tragedi-tragedi yang banyak menimbulkan korban jiwa terutama korban jiwa dari masyarakat sipil.
Share this post :